Sekembalinya dari Mekah, Darwis mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan karena ia terganggu oleh tren hukum Islam di masyarakatnya; yang berbatasan dengan bid’ah, Syrik (politeisme), dan Bid’ah (inovasi salah). Menggunakan kompas, ia membuktikan bahwa arah kiblat (yang menunjuk ke Mekah), di Masjid Agung Kauman salah. Penemuan ini membuat marah setiap Kyai (ahli Islam), terutama kepala Masjid Agung Kauman, Kyai Penghulu Cholil Kamaludiningrat. Dahlan, yang belajar di Mekah selama lima tahun, dipandang sebagai pemberontak pemula. Karena proposal untuk mengubah arah kiblat ditolak, Dahlan memulai gerakan yang menyerukan perubahan. Pada khotbah pertamanya sebagai pengkhotbah, Dahlan mengkritik kebiasaan penduduk di desanya di Yogyakarta: “Dalam doa, hanya hati yang tulus dan sabar diperlukan, tidak memerlukan Kyai, uang, apalagi persembahan”. Akibatnya, Dahlan mendapat sambutan bermusuhan.